Selasa, 16 Agustus 2011

HIKMAH NUZULUL QUR'AN

Al-Quran merupakan f irman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai pedoman
bagi manusia dalam menata
kehidupan demi mencapai
kebahagiaan lahir dan batin, baik
di dunia maupun di akhirat. Konsep-konsep yang dibawa al-
Quran selalu relevan dengan
problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk
mengajak manusia berdialog
dengan penafsiran sekaligus
memberikan solusi terhadap
problema tersebut di manapun
mereka berada. Pada kenyataannya, Al-Quran
benar-benar telah mengepung
level kecil klasik kesusastraan
jahiliyah untuk memperkenalkan
pemikiran keagamaan dan
konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. Ia juga
menciptakan design dahsyat
dalam Bahasa Arab dengan
mengubah instrument-instrument
teknis pengungkapannya. Pada satu sisi, ia menggantikan
syair metrik dengan bentuk
ritmenya sendiri yang tak
tertirukan, dan pada sisi lain
memperkenalkan konsep-konsep
dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar
monoteisme. Luas dan keberagaman tema Al-
Quran merupakan hal yang
sangat unik. la menembus sudut
pandang paling kabur dalam
pikiran manusia, menembus
dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang
yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-
gerik jiwanya. Al-Quran juga mengalihkan
perhatiannya kepada masa lalu
yang jauh dalam sejarah
perjalanan ummat manusia
sekaligus mengarah ke masa
depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa
kini. Ia melukiskan gambaran dan
tanda-tanda yang mengundang
manusia untuk segera menarik
pelajaran darinya. Setelah pelajaran dapat ditarik
kesimpulannya, ternyata jiwa
manusia tanpa disadari terseret
serta terpesona oleh kedalaman
dan keluasan makna Al-Quran. Hal
ini menunjukkan bahwa Al-Quran sebagai mukjizat terbukti
menjadi modal kehidupan dunia
dan akhirat. Masihkah Al-Quran bersama
kita? Masih adakah Al-Quran selalu
bersama kita merupakan
pernyataan tegas terhadap
sikap, prilaku dan kondisi internal
keberagamaan ummat Islam di
tengah arus modernisasi sebagai suatu proses perkembangan
dalam peradaban manusia. Apalagi sekarang ini, ummat islam
Indonesia sedang menanti
datangnya pemimpin baru yang
dengan tulus ikhlas membawa
perubahan struktural kondisi
kebangsaan dan menjadi tiang penyanggah yang kuat dari
rapuhnya keyakinan (tauhid) dan
robohnya nilai-nilai sosial
kemanusiaan bahkan mampu
membuka bendungan ekonomi
yang mensejahterakan setelah sekian lama tersendat oleh
kepentingan ideologis maupun
golongan tertentu. Melalui momentum Nuzulul Quran
ini, pernyataan “Masihkah Al-
Quran bersama kita” menjadi
sebuah gugatan terhadap prilaku
dan keyakinan yang belum selalu
berdampingan dengan Al-Quran bahkan menyatu dengannya. Al-Quran sebagai risalah terakhir
yang sempurna dan universal
bagi seluruh ummat manusia
dengan konsep tanzil-turun,
membawa atau menurunkan
banyak pesan yang harus direpresentasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal itu
dibuktikan dengan banyaknya
media seruan yang dimunculkan
dalam ayat al-Quran, baik yang
diseru “Wahai manusia”, “Bani Adam”, “Orang-orang beriman
dan kaf ir” ataupun Ahli Kitab. Melalui risalah Muhammad, Allah
SWT menurunkan al-Quran saat
manusia sedang mengalami
kekosongan para rasul,
kemunduran akhlak dan
kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. Pada setiap problem itu,
al-Quran meletakkan
sentuhannya yang mujarrab
dengan dasar-dasar yang umum
yang dapat dijadikan landasan
untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di
setiap zaman. Sejak diturunkannya sampai
dengan sekarang al-Quran tidak
pernah terlepas dari suatu
tradisi yang sedang berjalan.
Dengan kata lain, pesan-pesan
al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral
atau sebagai sentralitas etika
universal. Jika melihat kondisi ummat Islam
pada saat al-Quran diturunkan,
melalui momentum nuzulul Quran
ini, semua peristiwa di masa lalu
itu dibangkitkan melalui
perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran
diturunkan pertama kali dengan
kondisi terkini yang secara sosial,
politik, ekonomi dan agama
memang sedang mengalami
kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya. Untuk itu, ummat Islam sebagai
ummat yang terbaik mengemban
tugas berat yang berkaitan
dengan memahami, mengilhami
dan melakukan tanggung jawab.
Karena memahami dan menaf sirkan adalah bentuk yang paling
mendasar dari keberadaan
manusia dimuka bumi yang
memiliki
jabatan sebagai khalifah. Dengan demikian, eksistensi
ummat Islam sebagai ummat yang
terbaik tidak diragukan. Dengan
bantuan ilmu pengetahuan dan
agama, peristiwa Nuzulul Quran
yang terjadi beberapa abad yang lalu menjadi sesuatu yang
berkesinambungan hingga kini. Masa lalu tidaklah usang dan ia
menjadi pendahulu masa kini.
Maka dari itu, upaya memahami
makna nuzulul Quran pada saat
sekarang ini sama sekali tidak
menghilangkan makna dan konteks terdahulu, melainkan
merangkumnya untuk kemudian
diteruskan hingga kini. Ada
semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi
tantangan global saat ini
sebagaimana Rasulullah juga
menghadapi tantangan dan ujian
yang berat. Setelah melihat konteks nuzulul
Quran, tugas selanjutnya ialah
melakukan kontektualisasi ajaran
dan pesan yang terkandung
dalam peristiwa nuzulul Quran.
Kita harus selalu berdampingan dengan al-Quran dalam setiap
pikiran, perkataan dan
perbuatan. Persahabatan kita
dengan al-Quran baru sebatas
pragmatis dan belum menjadi
sesuatu yang harmonis sehingga al-Quran belum membuka solusi
terhadap problem kehidupan. Selain itu, ketika def inisi konkrit
dari nilai-nilai al-Quran ialah
menghadirkannya dalam pikiran
dan realita semakin berkurang
intensitasnya sehingga
membacanya yang dianggap sebagai ibadah hanya menjadi
bacaan biasa karena dibaca
tanpa pengamalan dan
penghayatan. Terjadi pengaburan pada batas-
batas norma dan etika.
kekacauan dan ketidakdisiplinan
di kubu wakil rakyat yang masih
sulit diverif ikasi dalam
memberikan keterangan tentang identitas individu dalam proses
pemilu menunjukkan keremangan
nasib bangsa. Pantaskah mereka
mewujudkan keadilan sosial yang
menyeluruh jika kejujuran belum
menjadi dasar kursi kepemimpinan. Masalah lainnya adalah ekonomi
yang perlu mendapatkan
perhatian serius. Asumsi tentang
indikator pertumbuhan dipahami
dengan meratanya volume
perdagangan, padahal pengentasan kemiskinan masih berjalan di tempat dan belum
menemukan solusi yang berarti. Ketika Negara gagal
merepresentasikan kepentingan
warga lemah, melalui momentum
Nuzulul Quran, kepentingan
membangun Negara digugat. Di
samping itu angka pengangguran semakin bertambah di tengah
laju pertumbuhan ekonomi. Kasus rendahnya adaptasi
lulusan sekolah menjadi tuntutan
pasar sekaligus menjadi
persoalan pertama dalam mengatasi kemiskinan global. Belum lagi Lembaga pemerintah
yang terpercaya dalam
memberantas kasus korupsi
ternyata gagal dalam
mengungkap kasus korupsi yang
terencana dan professional. Keterlibatan sejumlah pejabat
tinggi Negara dan kejaksaan
membuat tidak ada lagi yang bisa
dipercaya dalam menegakkan
keadilan. Pejabat dan wakil
rakyat miskin secara hati nurani sehingga menghasilkan mentalitas
koruptor. Sedemikian parahkah Negeri ini? korupsi dinyatakan sebagai akibat sikap mentalitas bangsa
Indonesia yang suka menerabas
yaitu mentalitas yang terkait
dengan trend hidup masa kini
yaitu, konsumerisme dan
hedonisme yang berikutnya menghasilkan sikap permisif. Mereka hanya memikirkan
kesenangan diri tanpa
memperdulikan klaim negatif dari
norma sosial. Mereka
mengaburkan batas etika.
Korupsi menjadi sebuah kejahatan yang struktural
sebagai hasil interaksi sosial yang
berulang dan terpola.
Nasionalisme yang dibanggakan
telah beralih kepada nasionalisme
yang simbolistis dan cendrung destruktif pada dirinya sendiri. Jika kecendrungan manusia di
zaman globalisasi yang didukung
dengan kemajuan teknologi ini
cendrung memperlihatkan sisi
egoisitas dalam memenuhi
kebutuhan materialnya, maka ada baiknya juga menggunaka
ego untuk memenuhi kebutuhan
spiritual kepada Allah yang
sebenarnya menjadi ikatan
primordial antara hamba dan
Tuhan-Nya (Hablum min Allah wa hablum minan-naas). Karena secara psikologis ego
merupakan pusat pencerapan
dan kesadaranyang memberi
kesempatan dan kemampuan
untuk memiliki kesadaran diri
sepenuhnya. Dan ego tidak lagi dipahami dengan opini negatif. Kesadaran yang mendasar
terhadap perisitiwa Nuzulul Quran
memberikan akses kepada esensi
al-Quran dengan
keanekaragaman dimensi dan
nilai holisitiknya. Bersamaan dengan itu keraguan terhadap
al-Quran hilang dan digantikan
dengan keyakinan yang teguh.
Keyakinan yang teguh kepada
al-Quran setelah dengan
melakukan pencerapan dan penghayatan dapat membuka
pintu-pintu hidayahnya sebagai
sumber etika dan nilai universal. Al-Quran sebagai Kalamullah
secara komprehensif terbukti
telah mencerahkan eksistensi
kebenaran dan moral manusia.
Mukjizat dan wahyu yang
menjadi kitab bagi ummat Islam khususnya dan seluruh ummat
pada umumnya tidak habis-
habisnya menguraikan secara
detail subtansi kebenaran. Ayat-
ayatnya senantiasa melahirkan
interpretasi filosofis yang menggugat infiltrasi pemikiran
kebenaran semu bahkan
menyesatkan dari para pemikir
non wahyu. Al-Quran yang membuka ruang
penafsiran secara tipikal menukik
pada akal orisinil dan langsung
menyentuh aspek mendasar
dalam kehidupan, yaitu etika dan
moral dalam hubungannya sebagai hamba dengan Sang
Khaliq-Allah. Salah satu penyebab utama
kekerasan dan konflik yang
dialami ummat manusia karena
tidak menjadikan al-Quran
sebagai sumber nilai etika dan
moral. Keadaan ini menurut Harun Yahya seorang Filsuf Islam
Kontemporer adalah dengan
mengupayakan nilai-nilai moral
dan etika dalam al-Quran
diberlakukan dalam kehidupan. Allah Swt telah berbicara dalam
al-Quran tentang kaidah besar
seperti keadilan, perdamaian,
kebenaran, Iman dan Islam. Dia
juga berbicara tentang muamalah dan pandangan hidup. Problem apapun yang terjadi,
krisis apapun yang berlaku, solusi
dan penawarannya ada di dalam
al-Quran. Dengan semangat baru, Nuzulul
quran menjadi momentum efektif
jika Al-Quran dijadikan sebagai
solusi problem kehidupan yang
memberitahukan tuntutan yang
harus dilaksanakannya dalam membangkitkan berbagai niiai
yang diinginkan dalam penyucian
jiwa. Membaca al-Quran sebagai jalan
mencari solusi juga
menyempurnakan ibadah lainnya.
Ia dapat berfungsi dengan baik
jika dalam membacanya disertai
dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan
mentadabburinya yang akhirnya
banyak mendatangkan manfaat
berupa petunjuk dari Allah,
inspirasi dan basis imajenasi. Bertadabbur berarti
memperhatikan dan merenungi
makna-maknanya. Bahkan Ibnu
Mas’ud berkata, “Barang siapa
yang menghendaki ilmu orang-
orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang,
hendaklah ia mendalami Al-
Quran“. Kitab Ummat islam ini memberikan
pedoman serta jalan yang lurus
yang mampu menghindari
buruknya kesesatan. Etika
kehidupan dan akhlak kan’mah
terangkum dalam Al-Quran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina
akhlaknya langsung oleh Al-
Quran. Melalui Nuzulul Quran ini, mari
bersama membangun Indonesia
dengan spririt keimanan dan
keislaman. Menjadikan akhlak Rasulullah sebagai basis sumber daya manusia. Akhirnya Nuzulul
Quran di masa lalu membawa
pesan yang sama di masa kini
dan akan selalu menjadi landasan
structural yang abadi di masa
mendatang. Amin.

Minggu, 07 Agustus 2011

WARNING >>> Teman yg pelit JEMPOL remove aja....

Sebagai Fbers sejati saya sama sekali tidak mengharapkan Komentar atau jempol dari siapapun termasuk teman dekat dan teman yg sudah berani Request ke saya dan bahkan orang yg sudah jadi member halaman saya termasuk teman yg sudah dari dulu saya jadikan teman. Hanya satu yang sangat saya harapkan, adalah kekompakan yg terjalin baik antara Fbkers. Saya yakin teman" Fbkers yg lain banyak yg sependapat dgn saya bahkan para JEMPOLERS MANIA pun akan menyetujui pendapat saya.
Memang begitulah adanya. Tapi satu hal yg menjadi pertanyaan, Apakah dgn tidak pernah memberi komentar atau jempol di status teman merupakan sebuah ciri kekompakan antar FBkers??? Tanyakan pada diri kalian masing-masing kalau kalian mengaku Fbkers atau pada para admin JEMPOLERS MANIA
08-08-2011 Rumah Bambu Pasir Angin